Kesepakatan 14 bank besar mengenai maksimum suku bunga simpanan menjadi sebuah harapan bagi sektor dunia usaha. Bayangkan apabila hal ini dapat terealisasi, maka suku bunga pinjaman akan turun drastis. Meskipun masih banyak faktor lain yang menjadi pemicu keberhasilan peningkatan dunia usaha, namun penurunan suku bunga pinjaman akan menjadi darah segar bagi pengembangan dunia usaha.
Sayangnya, banyak pengamat yang menyangsikan efektifitas kesepakatan ini. Berbagai prediksi negatif bermunculan dari mulut para pengamat dan praktisi. Ironisnya, beberapa pendapat justru berasal dari dalam tubuh bank yang telah menandatangani kesepakatan dimaksud. Ada beberapa prediksi, antara lain:
1. Tidak efektif karena tidak ada sanksi yang jelas, sehingga masih ada celah untuk "bermain" bagi bank yang telah sepakat. Jadi tidak tunggu saja, setelah 3 bulan pasti kesepakatan itu hanya akan menjadi "prasasti" belaka alias dilupakan dan jadi sejarah kelabu.
Cara "bermain" yang "kasar" adalah cuek dengan kesepakatan, alias berlagak "budek".
Cara "bermain" yang "lebih halus" adalah imbalan "dibawah meja". Di bilyet tercetak 8%, sisanya under table alias biaya siluman.
2. Ada kecendrungan investor mengalihkan dana ke pasar saham. Akibatnya, tingkat yield di pasar saham cenderung turun dan ketersediaan dana di sektor perbankan turun drastis.
3. Ada juga investor yang mengalihkan investasinya ke non-rupiah.
4. Ada investor yang mengalihkan dananya keluar negeri.
5. Investor lari ke bank kecil yang saat ini sedang "asyik tertawa senang", menertawai "kebodohan" 14 bank besar.
Sebagai praktisi perbankan, saya pribadi memang melihat prediksi para pengamat diatas cenderung benar terjadi. Beberapa hari ini, pembeli reksadana meningkat. Dana milik beberapa dana pensiun sudah mulai "berterbangan".
Sebagai anak bangsa, saya pribadi sedih melihat kondisi ini. Saya pribadi melihat kesepakatan 14 bank besar ini sebagai langkah maju. Memang awalnya saya merasa ini adalah langkah "bodoh", karena saya yakin dampak langsungnya adalah kaburnya nasabah dana, target tidak tercapai, promosi batal.
Tetapi, apabila kita mau berfikir sejenak, keluar dari rutinitas target pribadi, maka secara tulus saya mau bilang bahwa ke 14 bank tersebut adalah path finder kemajuan bangsa. Saya bangga menjadi salah satu karyawan dari bank tersebut.
Ditengah asa yang pesimis, perlu upaya mendukung kesepakatan itu. Jangan cuma bisa jadi penonton. Jangan cuma bisa jadi "pengkhianat". Jangan cuma bisa jadi opportunis. Untuk mendukung efektifitas kesepakatan itu, ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan pemerintah, antara lain:
1. Kendalikan lembaga Dana Pensiun Milik Lembaga Pemerintah
Sumber dana besar yang menjadi target perbankan adalah lembaga Dana Pensiun. Saking banyaknya dana yang dimiliki, dalam beberapa kasus Yayasan Dana Pensiun menjadi "raja" yang ikut mengatur perbankan. Hari ini saja ada orang Dana Pensiun yang memindahkan dananya dari bank saya sambil berkata: "saya dukung kesepakatan itu, tapi apa boleh buat saya harus pindah ke bank yang bisa memberi bunga lebih tinggi. Nanti saja kalau kesepakatan itu berakhir saya kembali lagi".
Menurut saya, ini harus menjadi perhatian pemerintah. Kendalikan alokasi Dana Pensiun. Ironisnya, justru Dana Pensiun milik lembaga pemerintah ikut "bermain" mengobok-obok suku bunga simpanan baik secara "kasar" ataupun "halus". Untuk itu, perlu ada terobosan untuk mengatur maksimum suku bunga simpanan untuk Dana Pensiun.
Kalau pemerintah yang mengatur dirinya sendiri, seharusnya lebih mudah toh... iya toh...
2. Mengendalikan Dana Pensiun lainya.
Caranya hampir sama dengan di atas yakni membuat ketentuan suku bunga simpanan maksimum untuk Dana Pensiun. Namun effortnya harus lebih besar, bukan himbauan belaka tetapi produk hukum.
Demikian, semoga kesepakatan ini makin menguat dan melibatkan bank-bank lainnya. Ada ide lainnya???
Sunarto Zulkifli
No comments:
Post a Comment