Agam Ayatullah, selaku Pimpinan Bidang Operasional Kantor Cabang BNI Syariah Jakarta Timur, mengatakan, BNI Syariah bukan hanya bisa digunakan sebagai tempat menjual produk-produk yang sifatnya intermediasi untuk nasabah sebagai pemilik dana dan bank sebagai yang mengeluarkan kewenangan, tetapi ternyata BNI Syariah bisa digunakan pula untuk tempat menggadaikan emas perhiasan maupun emas batangan untuk keperluan ekonomi masyarakat luas.
“Alhamdulillah, respon dari masyarakat kita terhadap Pegadaian Syariah ini ternyata banyak sekali yang merespon secara positif. Perkembangannya untuk sekarang ini di kantor-kantor cabang BNI Syariah yang di bawah enam bulan, jumlah mereka sudah bisa mencapai outstanding cukup tinggi sekali, kurang lebih tiga miliar untuk satu kantor cabang, setiap tahunnya. Itu untuk yang pertumbuhan rahnnya (nasabah). Respon masyarakat kita cukup bagus adanya, dan itu membuktikan Pegadaian BNI Syariah bertahan dari terpaan institusi pegadaian yang ada saat ini,” ujar Agam Ayatullah kepada wartawan, di ruang kerjanya,
Diakuinya, nilai tawar untuk emas perhiasan dan emas jenis batangan di Pegadaian Syariah Kantor Cabang BNI 46 Syariah Jakarta Timur berbeda dengan di daerah.
“Jadi memang sebetulnya sedikit agak sulit dibandingkan dengan di wilayah daerah, karena membentuk karakter rahnnya itu, karena karakter masyarakat di daerah belum terbentuk, karena orang-orang di sana masih melihat Perum Pegadaian sebagai satu-satunya institusi untuk menggadaikan barang,” terang Agam.
Sedangkan gadai syariah di BNI Syariah, lanjutnya, menggunakan konsep akad ijarah, artinya, memberikan nilai terhadap barang yang dititipkan, dan satu lagi akad kod atau sewa barang titipan.
“Bedanya lagi antara Pegadaian Syariah di BNI Syariah dengan Perum Pegadaian, kita melakukan taksiran harga terhadap sebuah produk gadai, itu yang kita berikan ijroh adalah dari taxasi (taksiran harga) kita. Sedangkan yang di konvensional atau Perum Pegadaian, itu terhadap pemberian pembiayaannya, baru melakukan perhitungan terhadap pembiayaan. Jadi berbeda dengan kami,” tegasnya.
Dia mencontohkan, kalau si penggadai memunyai 100 gram emas, ia akan menaksir harga emas itu senilai Rp300 ribu. Maka, dari Rp300 ribu itu pihak Pegadaian Syariah mendapatkan ujrohnya, 1,6% per bulan. Tetapi kalau konsep di konvensional, dinilai bukan dari taksiranya, tetapi dari taksir-taksiran dikalikan berapa persen yang akan dia berikan kepada si pihak penggadai, setelah menjadi pembiayaan, baru dia kalikan lagi dengan pembiayaan itu. Jadi konsep kita adalah ujroh, sekadar dia hanya menitipkan bahwa dia punya pembiayaan disini, sifatnya hanya menitipkan. Dan setelah itu, kita mintakan sewanya.
“Yang membedakan secara jelas bahwa kita tidak memberikan biaya tambahan atau bunga dalam hal ini. Kalau yang konvensional, mengenakan bunga, karena dia mengenakan terhadap objek pembiayaannya, kalau kita, terhadap sewa barangnya bukan terhadap objek pembiayaannya,” terangnya.
Untuk jangka waktu lelangnya pun antara perbankan syariah dengan Perum Pegadaian, sambungnya, sangat berbeda.
“Kalau di konvensional itu setelah tiga bulan, barang si penggadai bisa diambil atau dilelang oleh Perum Pegadaian, tetapi kalau di BNI Syariah, pada prinsipnya ketika tiga bulan kita kasih tenggang waktu 60 hari ditambah 14 hari, itu adalah warning (peringatan) untuk si nasabah atau rahn untuk mengembalikan atau memperpanjang masa gadainya, kalau selama 14 hari itu dia tidak memperpanjang, baru kita adakan lelang. Di kita jangka waktu lelang 60 hari ditambah 14 hari,” ungkapnya. (Agus Y www.pkesinteraktif)