Monday, September 28, 2009

Geliat Bisnis Gadai Syariah Perbankan

Jakarta, (16/09). Gadai Syariah bisa dipergunakan untuk meminjam uang dengan cara dua akad, yakni cara pertama, akad ijarah, yakni memberikan nilai terhadap barang yang dititipkan pada ijarahnya atau barang gadaiannya, emas perhiasan maupun emas batangan dan cara kedua, dengan sistem akad qard atau sewa terhadap barang yang dititipkan.

Agam Ayatullah, selaku Pimpinan Bidang Operasional Kantor Cabang BNI Syariah Jakarta Timur, mengatakan, BNI Syariah bukan hanya bisa digunakan sebagai tempat menjual produk-produk yang sifatnya intermediasi untuk nasabah sebagai pemilik dana dan bank sebagai yang mengeluarkan kewenangan, tetapi ternyata BNI Syariah bisa digunakan pula untuk tempat menggadaikan emas perhiasan maupun emas batangan untuk keperluan ekonomi masyarakat luas.

Alhamdulillah, respon dari masyarakat kita terhadap Pegadaian Syariah ini ternyata banyak sekali yang merespon secara positif. Perkembangannya untuk sekarang ini di kantor-kantor cabang BNI Syariah yang di bawah enam bulan, jumlah mereka sudah bisa mencapai outstanding cukup tinggi sekali, kurang lebih tiga miliar untuk satu kantor cabang, setiap tahunnya. Itu untuk yang pertumbuhan rahnnya (nasabah). Respon masyarakat kita cukup bagus adanya, dan itu membuktikan Pegadaian BNI Syariah bertahan dari terpaan institusi pegadaian yang ada saat ini,” ujar Agam Ayatullah kepada wartawan, di ruang kerjanya,

Diakuinya, nilai tawar untuk emas perhiasan dan emas jenis batangan di Pegadaian Syariah Kantor Cabang BNI 46 Syariah Jakarta Timur berbeda dengan di daerah.

“Jadi memang sebetulnya sedikit agak sulit dibandingkan dengan di wilayah daerah, karena membentuk karakter rahnnya itu, karena karakter masyarakat di daerah belum terbentuk, karena orang-orang di sana masih melihat Perum Pegadaian sebagai satu-satunya institusi untuk menggadaikan barang,” terang Agam.

Sedangkan gadai syariah di BNI Syariah, lanjutnya, menggunakan konsep akad ijarah, artinya, memberikan nilai terhadap barang yang dititipkan, dan satu lagi akad kod atau sewa barang titipan.

“Bedanya lagi antara Pegadaian Syariah di BNI Syariah dengan Perum Pegadaian, kita melakukan taksiran harga terhadap sebuah produk gadai, itu yang kita berikan ijroh adalah dari taxasi (taksiran harga) kita. Sedangkan yang di konvensional atau Perum Pegadaian, itu terhadap pemberian pembiayaannya, baru melakukan perhitungan terhadap pembiayaan. Jadi berbeda dengan kami,” tegasnya.

Dia mencontohkan, kalau si penggadai memunyai 100 gram emas, ia akan menaksir harga emas itu senilai Rp300 ribu. Maka, dari Rp300 ribu itu pihak Pegadaian Syariah mendapatkan ujrohnya, 1,6% per bulan. Tetapi kalau konsep di konvensional, dinilai bukan dari taksiranya, tetapi dari taksir-taksiran dikalikan berapa persen yang akan dia berikan kepada si pihak penggadai, setelah menjadi pembiayaan, baru dia kalikan lagi dengan pembiayaan itu. Jadi konsep kita adalah ujroh, sekadar dia hanya menitipkan bahwa dia punya pembiayaan disini, sifatnya hanya menitipkan. Dan setelah itu, kita mintakan sewanya.

“Yang membedakan secara jelas bahwa kita tidak memberikan biaya tambahan atau bunga dalam hal ini. Kalau yang konvensional, mengenakan bunga, karena dia mengenakan terhadap objek pembiayaannya, kalau kita, terhadap sewa barangnya bukan terhadap objek pembiayaannya,” terangnya.

Untuk jangka waktu lelangnya pun antara perbankan syariah dengan Perum Pegadaian, sambungnya, sangat berbeda.

“Kalau di konvensional itu setelah tiga bulan, barang si penggadai bisa diambil atau dilelang oleh Perum Pegadaian, tetapi kalau di BNI Syariah, pada prinsipnya ketika tiga bulan kita kasih tenggang waktu 60 hari ditambah 14 hari, itu adalah warning (peringatan) untuk si nasabah atau rahn untuk mengembalikan atau memperpanjang masa gadainya, kalau selama 14 hari itu dia tidak memperpanjang, baru kita adakan lelang. Di kita jangka waktu lelang 60 hari ditambah 14 hari,” ungkapnya. (Agus Y www.pkesinteraktif)

Thursday, September 17, 2009

Muslim Tatarstan Rusia Ingin Belajar Bank Syariah RI

London (ANTARA News) - Umat Muslim di wilayah Republik Tatarstan, Kazan, Rusia, berkeinginan untuk mempelajari Bank Syariah dari Indonesia yang dinilai punya pengalaman luas. Keinginan itu terungkap dalam pembicaraan antara Dubes Hamid Awaludin dengan dan Mufti Gusman Iskhakov, Ketua Dewan Ulama Republik Tatarstan, Federasi Rusia, kata M. Aji Surya, Counsellor KBRI Moskow kepada koresponden ANTARA London, Selasa waktu setempat.

Dubes Hamid Awaludin mengadakan kunjungan kerja ke Kazan dalam rangka silaturahmi Ramadhan dengan para ulama di wilayah Republik Tatarstan, Rusia. M Aji Surya mengatakan Ketua Dewan Ulama Republik Tatarstan dari Federasi Rusia itu juga membicarakan tentang pentingnya penyelenggaraan haji serta menjaga toleransi umat beragama yang dinilai amat penting bagi pembangunan secara umum.Mufti Gusman menyebutkan, dengan jumlah umat Islam di Rusia yang mencapai 25 juta dan merupakan umat kedua terbesar setelah Ortodoks, wilayah ini memiliki kepentingan untuk mendirikan sistem ekonomi dengan perbankan secara Islam. "Sejauh ini aturan nasional belum memungkinkan. Kita masih tunggu waktu. Tidak lama lagi Insya Allah kran akan dibuka," ujarnya sambil memaparkan pendekatannya dengan kalangan penguasa.

Mufti Gusman menilai Indonesia memiliki pengalaman cukup panjang dalam pengelolaan bank syariah. Disebutkannya bank syariah di Indonesia tetap tegar di tengah goncangan badai ekonomi nasional maupun internasional. Itu juga yang menyebabkan beberapa pejabat Dewan Mufti Rusia ingin bank syariah di Indonesia memberikan pelatihan di Rusia.

Menanggapi hal tersebut, Dubes Hamid menyatakan akan mengkomunikasikannya dengan Jakarta dan mengajak mereka untuk terjun dalam pelatihan di Rusia. Bila memungkinkan, nantinya calon bankir Islam di Rusia dapat belajar praktek di bank syariah Indonesia, ujarnya.

Selain itu, Mufti Ishakov juga menyampaikan keinginan umat Islam Tatarstan untuk belajar dari Indonesia tentang penyelenggaraan haji baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Dengan maraknya kebebasan beragama di Rusia saat ini, pada tahun lalu sebanyak 3000 umat Islam dari Tatarstan menjalani ibadah haji. Menurut M Aji Surya dengan jumlah umat Muslim yang terus bertambah, mereka ingin belajar pengalaman Indonesia yang setiap tahun menangani ratusan ribu jamaah.

Selain bertemu dengan Mufti dan tokoh Islam di Kazan, Dubes Hamid Awaludin juga di jamu berbuka puasa bersama para ulama setempat yang dilanjutkan dengan Sholat Tarawih bersama umat Islam di Kazan.(*)

Sumber: AntaraNews

Wednesday, September 16, 2009

Wakaf Uang Harus Melalui Bank Syariah

Kamis, 10 September 2009

Jakarta (ANTARA News) - Badan Wakaf Indonesia (BWI) selaku badan independen menyambut baik atas terbitnya Peraturan Menteri Agama No.4 Tahun 2009 tentang Administrasi Wakaf Uang yang mewajibkan penerimaan wakaf uang harus melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU). "Peraturan Mentari Agama itu telah ditandatangani Menag sejak 29 Juli 2009 lalu, dan kita terus menginformasikannya kepada masyarakat," ujar ketua BWI Tholhah Hasan dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Kamis.

Tholhah menghimbau kepada seluruh nazhir (pengelola) wakaf uang untuk mengikuti aturan yang tertera dalam Peraturan Menag itu. Wakaf uang, dalam kajian perwakafan, termasuk jenis wakaf berupa harta benda bergerak. Wakaf jenis ini terbilang baru karena sebelumnya, wakaf di Indonesia hanya berupa tanah dan bangunan.

Salah satu hal penting yang harus diketahui adalah mekanisme penerimaan wakaf uang. Wakaf uang tidak dapat langsung disalurkan kepada nazhir, tapi harus melalui LKS-PWU. Saat ini, LKS-PWU yang sudah siap adalah lima bank syariah, yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, Bank DKI Syariah, dan Bank Mega Syariah. "Mereka itu telah ditunjuk oleh Menteri Agama sebagai LKS-PWU," ujar Tholhah.

LKS-PWU juga bertindak sebagai pihak yang menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang (SWU). "Setiap orang yang berwakaf uang di bank syariah, maka akan mendapat sertifikat wakaf uang," kata Tholhah.

Selama ini, berdasarkan pengamatan Litbang BWI, ada beberapa nazhir wakaf uang yang menerbitkan SWU sendiri. Ada juga, nazhir yang bekerjasama dalam penerimaan wakaf uang dengan selain lima bank syariah di atas.

"Sekarang, sejak terbitnya PMA, hal tersebut tidak diperbolehkan," kata Tholhah.

PMA No.4 tahun 2009 terdiri dari 6 bab dan 15 pasal. Di dalamnya memuat segala hal ihwal ikrar wakaf, pendaftaran, pelaporan pengelolaan, dan pengawasan nazhir. Untuk lebih lengkapnya, dapat diunduh di website Badan Wakaf Indonesia (www.bw-indonesia.net). (*)

Thursday, September 3, 2009

Sekilas Perbankan Syariah Di Indonesia

Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.

Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.

Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.

Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.


Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.

Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional.

“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.

Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.

Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.

Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.

Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.

Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.

Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.

Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami.

Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan

Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Sumber: www.bi.go.id