Wednesday, December 23, 2015

PERBEDAAN BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH



Beberapa kalangan masyarakat masih mempertanyakan perbedaan antara bank syariah dengan konvensional. Bahkan ada sebagian masyarakat yang menganggap bank syariah hanya trik kamuflase untuk menggaet bisnis dari kalangan muslim segmen emosional. 

Sebenarnya cukup banyak perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional, mulai dari tataran paradigma, operasional, organisasi hingga produk dan skema yang ditawarkan.

Perbedaan bank konvensional dan bank syariah adalah sebagai berikut:
1.      Bank konvensional beroperasional berdasarkan prinsip-prinsip hukum positif sementara bank syariah lebih rigid lagi. Selain tunduk kepada hukum positif, bank syariah juga harus tunduk kepada hukum Islam, berupa Al-Quran dan Hadits
2.      Karena harus tunduk kepada hukum Islam, penyaluran dana (investasi) bank syariah pun dibatasi pada sektor usaha yang halal. Bank syariah tidak boleh menyalurkan dana pada sektor usaha yang HARAM seperti: peternakan babi, usaha minuman keras, usaha yang mengandung riba (seperti bank konvensional, BPR, dan lembaga keuangan konvensional lainnya), perjudian dan lain-lain. Bahkan bank syariah tidak diperkenankan menyalurkan dana untuk bisnis rokok, yang notabene saat ini masih dianggap MAKRUH. Padahal saat ini, kartu kredit bank konvensional dapat digunakan dimana pun termasuk wilayah perjudian.
3.      Secara organisasi, bank syariah diawasi secara ketat oleh Dewan Pengawas Syariah sementara pada bank konvesional tidak ada. Dewan Pengawas Syariah bertugas mengawasi operasional bank syariah agar tetap pada koridor hukum Islam. Pembuatan produk bank syariah pun lebih rumit karena harus melewati uji kesesuaian atau pemenuhan hukum Islam.
4.      Bank syariah menggunakan sistem bagi hasil, sementara bank konvensional menggunakan sistem bunga
5.      Skema produk bank syariah lebih variatif daripada bank konvensional. Di bank syariah bisa ditemui produk yang tidak dapat ditemui di bank konvensional seperti produk GADAI EMAS.

Jenis perbedaan
Bank syariah
Bank konvensional
Landasan hukum
Al Qur`an & as Sunnah + Hukum positif
Hukum positif
Basis operasional
Bagi hasil
Bunga
Skema produk
Berdasarkan syariah, semisal mudharabah, wadiah, murabahah, musyarakah dsb
Bunga
Perlakuan terhadap Dana Masyarakat
Dana masyarakat merupakan titipan/investasi yang baru mendapatkan hasil bila diputar/di’usahakan’ terlebih dahulu
Dana masyarakat merupakan simpanan yang harus dibayar bunganya saat jatuh tempo
Sektor penyaluran dana
Harus yang halal
Tidak memperhatikan halal/haram
Organisasi
Harus ada DPS (Dewan Pengawas Syariah)
Tidak ada DPS


PERBEDAAN SUKU BUNGA DAN BAGIHASIL



Perkembangan bank syariah di Indonesia cukup menggembirakan. Daya tariknya pun luar biasa. Banyak professional yang berlomba-lomba pindah ke bank syariah. Sebagian besar didasarkan pada kesadaran spiritual yang mulai tumbuh di kalangan professional bank di Indonesia, yakni keinginan bekerja di institusi Islam, memperoleh pekerjaan dengan lingkungan Islami, mendapatkan gaji yang lebih menentramkan dari sudut pandang Islam dan lain-lain. Dari kalangan fresh graduate juga demikian. Semangat spiritualnya lebih tinggi dari pada kalangan profesional.

Sementara itu, ada juga beberapa kalangan yang masih bertanya-tanya. Apa beda antara sistem bunga dan sistem bagi hasil? Sebagaiman diketahui, bank syariah menggunakan sistem bagi hasil, sementara bank konvensional menggunakan sistem bunga.

Berikut ini adalah perbedaan sistem bagi hasil dan sistem bunga bank, sebagai berikut :
1.      Bank syariah menerapkan sistem margin keuntungan, ijarah/sewa dan bagi hasil. Pada sistem bagi hasil, kesepakatan antara bank dengan nasabah sebagaimana dituliskan dalam akad masing-masing menyetujui suatu prosentase tertentu berupa NISBAH BAGI HASIL. Artinya, yang disepakati diawal transaksi adalah nisbah bagi hasil (bukan nilai bagi hasilnya), sementara sistem bunga ditetapkan di awal transaksi.

2.      Nilai bagi hasil merupakan perkalian antara nisbah bagi hasil dengan revenue (pendapatan) nasabah, sementara nilai bunga diperoleh dari prosentase bunga dan nilai pokok kredit.

3.      Nilai bagi hasil bisa berubah-ubah tergantung nilai revenue nasabah, sementara nilai bunga bernilai tetap tanpa memperdulikan tingkat revenue nasabah. Hal ini menunjukkan nilai-nilai keadilan dalam usaha. Pada saat usaha nasabah menurun, nilai bagi hasil bank syariah juga turun. Demikian juga sebaliknya. Implikasinya, apabila bank syariah ingin mendapatkan bagi hasil yang tinggi maka bank syariah harus melakukan monitoring dan pendampingan usaha nasabah dengan harapan nilai revenue meningkat maksimal.

Bunga
Bagi hasil
Suku bunga ditentukan di muka
Nisbah bagi hasil ditentukan di muka
Bunga diaplikasikan pada pokok pinjaman (untuk kredit)
Nisbah bagi hasil diaplikasikan pada pendapatan yang diperoleh nasabah pembiayaan
Suku bunga dapat berubah sewaktu-waktu secara sepihak oleh bank
Nisbah bagi hasil dapat berubah bila disepakati kedua belah pihak


Tuesday, December 22, 2015

PERHITUNGAN KECUKUPAN MODAL RISIKO KREDIT


Perhitungan Kecukupan Modal

1.       Pendekatan Standar (Standardized Approach); Pendekatannya sama dengan formula Basel I tapi berbeda pada kategori asset dan nilai bobot risiko.

No.
Jenis tagihan
Bobot risiko
1
Tagihan Tunai
0%
2
Kredit beragun Rumah Tinggal


a.       LTV <= 70%
35%

b.      70% < LTV <= 80%
40%

c.       80%
45%
3
Kredit beragun property komersial
100%
4
Kredit pegawai atau pensiunan
50%
5
Tagihan kepada usaha mikro, kecil dan ritel
75%
6
Tagihan yang telah jatuh tempo


a.       Kredit beragun rumah tinggal
100%

b.      Selain kredit beragun rumah tinggal
150%
7
Penyertaan yang bukan merupakan factor pengurang modal


a.       Penyertaan kepada perusahaan keuangan yang terdaftar di bursa
100%

b.      Penyertaan kepada perusahaan keuangan yang tidak terdaftar di bursa
150%

c.       Penyertaan modal sementara dalam rangka restrukturisasi kredit
150%
8
Aset yang diambil alih (AYDA)
150%
9
Aset lainnya, missal: asset tetap, tanah, bangunan dan investasi
100%

2.       Pendekatan Internal Rating Based (IRB)
a.       Pendekatan ini memiliki akurasi lebih tinggi dan lebih sesuai dengan profil risiko bank
b.      Bank yang menerapkan pendekatan IRB wajib memenuhi 12 kriteria:
i.         Komposisi persyaratan minimum
ii.       Kepatuhan terhadap persyaratan minimum
iii.      Desain sistem pemeringkatan
iv.     Operasional sistem pemeringkatan risiko
v.       Pengawasan dan corporate governance
vi.     Penggunaan pemeringkat internal
vii.    Kuantifikasi risiko
viii.  Validasi atas estimasi internal
ix.     Estimasi pengawas atas LGD (Lost Given Default) dan EAD (Exposure At Default)
x.       Persyaratan untuk mengakui leasing
xi.     Perhitungan beban modal untuk eksposur ekuitas
xii.    Keterbukaan informasi

c.       Komponen risiko pada IRB:
i.         PD (Probability of Default):
a)      Kemungkinan debitur wanprestasi
b)      PD merupakan estimasi kedepan
c)       Time horizon 1 tahun
ii.       LGD (Lost Given Default)
a)      Estimasi potensi kerugian bank jika terjadi wan prestasi
b)      LGD = 1 – recovery rate
iii.      EAD (Eksposur At Default): Estimasi besarnya eksposur kredit pada saat terjadi wanprestasi
iv.     EM (Effective Maturity)
a)      Sisa jangka waktu kredit
b)      Hanya diterapkan untuk tagihan kepada pemerintah, korporasi dan bank

3.       Pendekatan IRB Foundation
a.       Bank menghitung sendiri PD
b.      Regulator menyediakan data LGD dan EAD
c.       Lama periode observasi sekurangnya 5 tahun untuk sekurangnya 1 sumber

4.       Pendekatan IRB Advance
a.       Bank menghitung sendiri PD, LGD, EAD dan jangka waktu
b.      PD untuk consumer loan menggunakan data historis minimal 5 tahun. Untuk komersial dan korporasi 7 tahun

5.       Economic capital
a.       Nilai economic capital ditentukan juga confident level atau risk appetite atas besarnya unexpected loss
b.      Atas dasar besarnya economic capital dapat dihitung cost of capital dalam penetapan pricing.