Tuesday, November 24, 2009
Spiritual Service Quality
Apa itu spiritual service quality?
Kita sering mendengar istilah service quality, sebagai sebuah upaya memenangkan pasar. Service quality dapat didefinisikan sebagai setiap upaya untuk memenuhi kebutuhan customer, dan apabila mungkin melebihi ekspektasinya.
Spiritual service quality dapat diartikan sebagai upaya penerapan service quality yang berlandaskan kepada nilai-nilai spiritual, baik semangat maupun landasan operasionalnya.
Kenapa harus spiritual service quality?
1.Alasan utamanya adalah karena ibadah.
Manusia diciptakan oleh Allah tidak lain hanya untuk beribadah. Bukankah service quality adalah upaya memberikan yang terbaik, sebagaimana telah diajarkan Allah dan Rasul-Nya kepada kita? Jadi, pada saat senyum sebenarnya bukan hanya kita tersenyum kepada nasabah, tetapi merupakan ritual ibadah kepada Allah.
2.Kompetisi
Dunia bisnis semakin gencar. Satu hal yang membuat berbeda adalah service quality.
3.Profit
Service quality tidak sekadar basa-basi yang gratis, tetapi juga akan berimplikasi meningkatnya profit.
Bersambung
Thursday, November 5, 2009
Menguak Pertumbuhan Perbankan Syariah
PERTUMBUHAN bank syariah di Indonesia pada semester pertama, Januari-Juli 2009,dirasakan cukup signifikan,walau masih jauh dari harapan.Sebab,target capaiannya masih sebatas target pesimis.
BI dalam rencana proyeksi optimistis perkembangan perbankan syariah 2009 sempat mematok angka Rp87 triliun untuk total aset yang diraih dengan pertumbuhan aset sebesar 75%. Namun faktanya, berdasarkan informasi yang dilansir dalam data statistik perbankan syariah BI per Juli 2009, total aset perbankan syariah masih di angka Rp57,4 triliun.Total aset Rp57,4 triliun ini merupakan gabungan dari aset bank umum syariah(BUS),UnitUsaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Isu percepatan pengembangan industri perbankan syariah yang pernah sempat mencuat pada paruh awal tahun 2008,dengan target 5%,realitanya belum bisa memberikan bukti yang menggembirakan. Ibarat mobil, pertumbuhan bank syariah jalannya masih belum cepat. Masih banyak membutuhkan ‘’amunisi’’ yang dapat menggerakkan secara cepat pertumbuhan bank syariah di Indonesia. Jika dicermati, pertumbuhan aset bank syariah sejak Desember 2008 hingga Juli 2009 rata-rata tumbuh di atas Rp1 triliun.
Tercatat pada Desember 2008, total aset bank syariah sebesar Rp49,5 triliun. Naik pada Maret 2009 menjadi Rp51,6 triliun, serta tumbuh menjadi Rp55,6 triliun di Juli 2009.Data ini belum termasuk kumpulan aset yang dihimpun oleh BPRS sebesar Rp1,8 triliun pada Juli 2009. Namun demikian, pertumbuhan bank syariah pernah menorehkan catatan sejarah yang spektakuler dengan capaian pertumbuhan sebesar 261,18% pada Desember 2002 dengan total aset sebesar Rp4.05 triliun dibandingkan tiga tahun sebelumnya.
Waktu itu sudah ada dua bank umum syariah (BUS) dan enam unit usaha syariah (UUS). Jika saat ini operator di industri perbankan syariah ada 5 bank umum syariah, 24 unit usaha syariah,dan 134 BPRS,maka fakta ini merupakan amunisi besar yang dapat menguatkan pertumbuhan bank syariah di masa mendatang.
Peluang
Berdasarkan kalkulasi yang ada, pertumbuhanbanksyariahke depan mempunyai peluang besar untuk lebihcepattumbuhdanberkembang meramaikan industri perbankan nasional Indonesia. Hal ini dapat mungkin terjadi dengan dukungan beberapa faktor,seperti di bawah ini: Pertama, secara yuridis eksistensi perbankan syariah semakin kuat setelah disahkannya UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan syariah.
Operator di industri perbankan syariah sudah tidak perlu ragu lagi melangkah untuk mengembangkan perbankan syariah di Indonesia.Apalagi dukungan dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono,padasaatsambutannya di pembukaan acara Festival Ekonomi Syariah II 2009 menegaskan adanya harapan besar bagi pelaku di industri perbankan syariah untuk ikut serta mewarnai perkembangan industri perbankan nasional.Lebih khusus lagi,Presiden berharap industri perbankan syariah dapat menyokong pertumbuhan pembangunan ekonomi di Indonesia.
Kedua, potensi market yang sangat besar.Mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam memiliki kekuatan tersendiri untuk membantu pengembangan perbankan syariah. Hingga kini, market share di industri perbankan syariah masih kalah jauh dengan market sharedi industri perbankan konvensional. Oleh karenanya, sangat dimungkinkan ke depan,baik pelan atau cepat, terjadi perimbangan market share di industri perbankan syariah dan industri perbankan konvensional.
Apalagi akhir-akhir ini, pemahaman masyarakat mengenai bank syariah mulai berkembang pesat. Ketiga,menjalankan kebijakan spin off dan konversi.Dalam rangka mempercepat laju pertumbuhan bank syariah, BI dapat mendorong Unit Usaha Syariah untuk memisahkan dirinya (spin off) dari bank induknya atau konversi dari bank konvensional menjadi bank syariah. Setelah spin off UUS BRI dan mengonversi Bank Jasa Arta menjadi BRI Syariah, serta diikuti oleh konversinya Bank Bukopin menjadi Bank Bukopin Syariah, ke depan langkah ini akan diikuti oleh UUS BNI.
Sesuai dengan amanah yang ada dalam UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, 15 tahun setelah disahkannya UU Perbankan Syariah bank konvensional yang mempunyaiUUSharusmengikhlaskan untuk di-spin offdari induknya. Keempat, inovasi produk pada industri perbankan syariah. Jika dibandingkan dengan produk yang dimiliki oleh industri perbankan konvensional, perbankan syariah relatif mempunyai variasi produk yang beraneka ragam.
Dari sisi financing, perbankan syariah dapat menginovasi produk yang berdasarkan pada prinsip jual-beli (murabahah, salam, dan istishna), prinsip bagi hasil (musyarakahdan mudharabah), dan prinsip sewa (ijarahdan ijarah muntahiya bit tamlik). Inovasi produk yang dilakukan oleh perbankan syariah hendaknya mengacu pula pada prinsip service satisfaction,sehingga akan memikat nasabah baru untuk bertransaksi di industri perbankan syariah.
Tantangan
Selain peluang yang begitu besar bagi pengembangan industri perbankan syariah di Indonesia, lajunya juga menghadapi berbagai macam tantangan yang sesungguhnya kalau di-managedapat melahirkan peluang pula.Karena dalam pepatah China diungkapkan,“Tantangan itu akan melahirkan peluang”.
Di antara tantangan dalam laju pengembangan industri perbankan syariah adalah sebagai berikut: Pertama, persaingan produk di industri keuangan syariah.Tidak dimungkiri, di Indonesia kini juga berkembang industri keuangan syariah nonbank, seperti reksa dana syariah, asuransi syariah ataupun instrumen investasi syariah seperti surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk. Pada awal tahun 2009, pemerintah melalui Departemen Keuangan RI telah menerbitkan Sukuk Ritel untuk dijual ke pasar.Hasilnya di luar dugaan.
Penjualan Sukuk Ritel tersebut melampaui batas target perkiraan. Secara tidak langsung, Sukuk Ritel merupakan produk pesaing di industri perbankan syariah dari sisi funding.Pemerintah menetapkan imbalan Sukuk Ritel sebesar 12%.Hal ini akan mengakibatkan ‘’kanibalisasi’’ pada produk funding bank syariah yang hanya menawarkan nisbah bagi hasilnya padakisaran8-10%.Akhirnya, ada indikasi pelarian dana pihak ketiga (DPK) bank syariah ke instrumen investasi Sukuk Ritel. Kedua,minimnya sumber daya manusia (SDM) yang mempunyai kompetensi di industri keuangan syariah.
Saat ini,kebanyakan SDM yang ada di industri perbankan syariah adalah mereka yang dulunya pernah terlibat di bank konvensional. Sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya ‘’pembajakan’’ SDM antar operator di industri perbankan syariah.Apalagi ke depan arahnya akan ada banyak bank umum syariah baru, tentunya juga akan membutuhkan SDM yang kompeten di industri perbankan syariah.Ketiga,masih tingginya tingkat rasio pembiayaan yang bermasalah (NPF) di bank syariah.Data statistik perbankan syariah BI menginformasikan kalau NPF bank syariah ada kenaikan kembali dari periode Juni-Juli 2009.(*)
Sumber:
DR. Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, MS, MEC & AM Hasan Ali, MA
Dekan Fakultas Ekonomi Universitas YARSI dan Dosen Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
MES Akan Selenggarakan Training Bisnis di Keuangan Syariah
“Hal ini terbukti masih rendahnya minat masyarakat dalam berinvestasi di produk-produk keuangan syariah,”paparnya.
Monday, September 28, 2009
Geliat Bisnis Gadai Syariah Perbankan
Agam Ayatullah, selaku Pimpinan Bidang Operasional Kantor Cabang BNI Syariah Jakarta Timur, mengatakan, BNI Syariah bukan hanya bisa digunakan sebagai tempat menjual produk-produk yang sifatnya intermediasi untuk nasabah sebagai pemilik dana dan bank sebagai yang mengeluarkan kewenangan, tetapi ternyata BNI Syariah bisa digunakan pula untuk tempat menggadaikan emas perhiasan maupun emas batangan untuk keperluan ekonomi masyarakat luas.
“Alhamdulillah, respon dari masyarakat kita terhadap Pegadaian Syariah ini ternyata banyak sekali yang merespon secara positif. Perkembangannya untuk sekarang ini di kantor-kantor cabang BNI Syariah yang di bawah enam bulan, jumlah mereka sudah bisa mencapai outstanding cukup tinggi sekali, kurang lebih tiga miliar untuk satu kantor cabang, setiap tahunnya. Itu untuk yang pertumbuhan rahnnya (nasabah). Respon masyarakat kita cukup bagus adanya, dan itu membuktikan Pegadaian BNI Syariah bertahan dari terpaan institusi pegadaian yang ada saat ini,” ujar Agam Ayatullah kepada wartawan, di ruang kerjanya,
Diakuinya, nilai tawar untuk emas perhiasan dan emas jenis batangan di Pegadaian Syariah Kantor Cabang BNI 46 Syariah Jakarta Timur berbeda dengan di daerah.
“Jadi memang sebetulnya sedikit agak sulit dibandingkan dengan di wilayah daerah, karena membentuk karakter rahnnya itu, karena karakter masyarakat di daerah belum terbentuk, karena orang-orang di sana masih melihat Perum Pegadaian sebagai satu-satunya institusi untuk menggadaikan barang,” terang Agam.
Sedangkan gadai syariah di BNI Syariah, lanjutnya, menggunakan konsep akad ijarah, artinya, memberikan nilai terhadap barang yang dititipkan, dan satu lagi akad kod atau sewa barang titipan.
“Bedanya lagi antara Pegadaian Syariah di BNI Syariah dengan Perum Pegadaian, kita melakukan taksiran harga terhadap sebuah produk gadai, itu yang kita berikan ijroh adalah dari taxasi (taksiran harga) kita. Sedangkan yang di konvensional atau Perum Pegadaian, itu terhadap pemberian pembiayaannya, baru melakukan perhitungan terhadap pembiayaan. Jadi berbeda dengan kami,” tegasnya.
Dia mencontohkan, kalau si penggadai memunyai 100 gram emas, ia akan menaksir harga emas itu senilai Rp300 ribu. Maka, dari Rp300 ribu itu pihak Pegadaian Syariah mendapatkan ujrohnya, 1,6% per bulan. Tetapi kalau konsep di konvensional, dinilai bukan dari taksiranya, tetapi dari taksir-taksiran dikalikan berapa persen yang akan dia berikan kepada si pihak penggadai, setelah menjadi pembiayaan, baru dia kalikan lagi dengan pembiayaan itu. Jadi konsep kita adalah ujroh, sekadar dia hanya menitipkan bahwa dia punya pembiayaan disini, sifatnya hanya menitipkan. Dan setelah itu, kita mintakan sewanya.
“Yang membedakan secara jelas bahwa kita tidak memberikan biaya tambahan atau bunga dalam hal ini. Kalau yang konvensional, mengenakan bunga, karena dia mengenakan terhadap objek pembiayaannya, kalau kita, terhadap sewa barangnya bukan terhadap objek pembiayaannya,” terangnya.
Untuk jangka waktu lelangnya pun antara perbankan syariah dengan Perum Pegadaian, sambungnya, sangat berbeda.
“Kalau di konvensional itu setelah tiga bulan, barang si penggadai bisa diambil atau dilelang oleh Perum Pegadaian, tetapi kalau di BNI Syariah, pada prinsipnya ketika tiga bulan kita kasih tenggang waktu 60 hari ditambah 14 hari, itu adalah warning (peringatan) untuk si nasabah atau rahn untuk mengembalikan atau memperpanjang masa gadainya, kalau selama 14 hari itu dia tidak memperpanjang, baru kita adakan lelang. Di kita jangka waktu lelang 60 hari ditambah 14 hari,” ungkapnya. (Agus Y www.pkesinteraktif)
Thursday, September 17, 2009
Muslim Tatarstan Rusia Ingin Belajar Bank Syariah RI
Dubes Hamid Awaludin mengadakan kunjungan kerja ke Kazan dalam rangka silaturahmi Ramadhan dengan para ulama di wilayah Republik Tatarstan, Rusia. M Aji Surya mengatakan Ketua Dewan Ulama Republik Tatarstan dari Federasi Rusia itu juga membicarakan tentang pentingnya penyelenggaraan haji serta menjaga toleransi umat beragama yang dinilai amat penting bagi pembangunan secara umum.Mufti Gusman menyebutkan, dengan jumlah umat Islam di Rusia yang mencapai 25 juta dan merupakan umat kedua terbesar setelah Ortodoks, wilayah ini memiliki kepentingan untuk mendirikan sistem ekonomi dengan perbankan secara Islam. "Sejauh ini aturan nasional belum memungkinkan. Kita masih tunggu waktu. Tidak lama lagi Insya Allah kran akan dibuka," ujarnya sambil memaparkan pendekatannya dengan kalangan penguasa.
Mufti Gusman menilai Indonesia memiliki pengalaman cukup panjang dalam pengelolaan bank syariah. Disebutkannya bank syariah di Indonesia tetap tegar di tengah goncangan badai ekonomi nasional maupun internasional. Itu juga yang menyebabkan beberapa pejabat Dewan Mufti Rusia ingin bank syariah di Indonesia memberikan pelatihan di Rusia.
Menanggapi hal tersebut, Dubes Hamid menyatakan akan mengkomunikasikannya dengan Jakarta dan mengajak mereka untuk terjun dalam pelatihan di Rusia. Bila memungkinkan, nantinya calon bankir Islam di Rusia dapat belajar praktek di bank syariah Indonesia, ujarnya.
Selain itu, Mufti Ishakov juga menyampaikan keinginan umat Islam Tatarstan untuk belajar dari Indonesia tentang penyelenggaraan haji baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Dengan maraknya kebebasan beragama di Rusia saat ini, pada tahun lalu sebanyak 3000 umat Islam dari Tatarstan menjalani ibadah haji. Menurut M Aji Surya dengan jumlah umat Muslim yang terus bertambah, mereka ingin belajar pengalaman Indonesia yang setiap tahun menangani ratusan ribu jamaah.
Selain bertemu dengan Mufti dan tokoh Islam di Kazan, Dubes Hamid Awaludin juga di jamu berbuka puasa bersama para ulama setempat yang dilanjutkan dengan Sholat Tarawih bersama umat Islam di Kazan.(*)
Sumber: AntaraNews
Wednesday, September 16, 2009
Wakaf Uang Harus Melalui Bank Syariah
Jakarta (ANTARA News) - Badan Wakaf Indonesia (BWI) selaku badan independen menyambut baik atas terbitnya Peraturan Menteri Agama No.4 Tahun 2009 tentang Administrasi Wakaf Uang yang mewajibkan penerimaan wakaf uang harus melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU). "Peraturan Mentari Agama itu telah ditandatangani Menag sejak 29 Juli 2009 lalu, dan kita terus menginformasikannya kepada masyarakat," ujar ketua BWI Tholhah Hasan dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Tholhah menghimbau kepada seluruh nazhir (pengelola) wakaf uang untuk mengikuti aturan yang tertera dalam Peraturan Menag itu. Wakaf uang, dalam kajian perwakafan, termasuk jenis wakaf berupa harta benda bergerak. Wakaf jenis ini terbilang baru karena sebelumnya, wakaf di Indonesia hanya berupa tanah dan bangunan.
Salah satu hal penting yang harus diketahui adalah mekanisme penerimaan wakaf uang. Wakaf uang tidak dapat langsung disalurkan kepada nazhir, tapi harus melalui LKS-PWU. Saat ini, LKS-PWU yang sudah siap adalah lima bank syariah, yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, Bank DKI Syariah, dan Bank Mega Syariah. "Mereka itu telah ditunjuk oleh Menteri Agama sebagai LKS-PWU," ujar Tholhah.
LKS-PWU juga bertindak sebagai pihak yang menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang (SWU). "Setiap orang yang berwakaf uang di bank syariah, maka akan mendapat sertifikat wakaf uang," kata Tholhah.
Selama ini, berdasarkan pengamatan Litbang BWI, ada beberapa nazhir wakaf uang yang menerbitkan SWU sendiri. Ada juga, nazhir yang bekerjasama dalam penerimaan wakaf uang dengan selain lima bank syariah di atas.
"Sekarang, sejak terbitnya PMA, hal tersebut tidak diperbolehkan," kata Tholhah.
PMA No.4 tahun 2009 terdiri dari 6 bab dan 15 pasal. Di dalamnya memuat segala hal ihwal ikrar wakaf, pendaftaran, pelaporan pengelolaan, dan pengawasan nazhir. Untuk lebih lengkapnya, dapat diunduh di website Badan Wakaf Indonesia (www.bw-indonesia.net). (*)
Thursday, September 3, 2009
Sekilas Perbankan Syariah Di Indonesia
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.
Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.
Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional.
“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.
Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.
Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.
Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.
Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.
Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.
Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.
Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami.
Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan
Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sumber: www.bi.go.id
Tuesday, August 25, 2009
Kesepakatan 14 Bank Besar Harus Didukung Dengan Pengendalian Lembaga Dana Pensiun
Sayangnya, banyak pengamat yang menyangsikan efektifitas kesepakatan ini. Berbagai prediksi negatif bermunculan dari mulut para pengamat dan praktisi. Ironisnya, beberapa pendapat justru berasal dari dalam tubuh bank yang telah menandatangani kesepakatan dimaksud. Ada beberapa prediksi, antara lain:
1. Tidak efektif karena tidak ada sanksi yang jelas, sehingga masih ada celah untuk "bermain" bagi bank yang telah sepakat. Jadi tidak tunggu saja, setelah 3 bulan pasti kesepakatan itu hanya akan menjadi "prasasti" belaka alias dilupakan dan jadi sejarah kelabu.
Cara "bermain" yang "kasar" adalah cuek dengan kesepakatan, alias berlagak "budek".
Cara "bermain" yang "lebih halus" adalah imbalan "dibawah meja". Di bilyet tercetak 8%, sisanya under table alias biaya siluman.
2. Ada kecendrungan investor mengalihkan dana ke pasar saham. Akibatnya, tingkat yield di pasar saham cenderung turun dan ketersediaan dana di sektor perbankan turun drastis.
3. Ada juga investor yang mengalihkan investasinya ke non-rupiah.
4. Ada investor yang mengalihkan dananya keluar negeri.
5. Investor lari ke bank kecil yang saat ini sedang "asyik tertawa senang", menertawai "kebodohan" 14 bank besar.
Sebagai praktisi perbankan, saya pribadi memang melihat prediksi para pengamat diatas cenderung benar terjadi. Beberapa hari ini, pembeli reksadana meningkat. Dana milik beberapa dana pensiun sudah mulai "berterbangan".
Sebagai anak bangsa, saya pribadi sedih melihat kondisi ini. Saya pribadi melihat kesepakatan 14 bank besar ini sebagai langkah maju. Memang awalnya saya merasa ini adalah langkah "bodoh", karena saya yakin dampak langsungnya adalah kaburnya nasabah dana, target tidak tercapai, promosi batal.
Tetapi, apabila kita mau berfikir sejenak, keluar dari rutinitas target pribadi, maka secara tulus saya mau bilang bahwa ke 14 bank tersebut adalah path finder kemajuan bangsa. Saya bangga menjadi salah satu karyawan dari bank tersebut.
Ditengah asa yang pesimis, perlu upaya mendukung kesepakatan itu. Jangan cuma bisa jadi penonton. Jangan cuma bisa jadi "pengkhianat". Jangan cuma bisa jadi opportunis. Untuk mendukung efektifitas kesepakatan itu, ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan pemerintah, antara lain:
1. Kendalikan lembaga Dana Pensiun Milik Lembaga Pemerintah
Sumber dana besar yang menjadi target perbankan adalah lembaga Dana Pensiun. Saking banyaknya dana yang dimiliki, dalam beberapa kasus Yayasan Dana Pensiun menjadi "raja" yang ikut mengatur perbankan. Hari ini saja ada orang Dana Pensiun yang memindahkan dananya dari bank saya sambil berkata: "saya dukung kesepakatan itu, tapi apa boleh buat saya harus pindah ke bank yang bisa memberi bunga lebih tinggi. Nanti saja kalau kesepakatan itu berakhir saya kembali lagi".
Menurut saya, ini harus menjadi perhatian pemerintah. Kendalikan alokasi Dana Pensiun. Ironisnya, justru Dana Pensiun milik lembaga pemerintah ikut "bermain" mengobok-obok suku bunga simpanan baik secara "kasar" ataupun "halus". Untuk itu, perlu ada terobosan untuk mengatur maksimum suku bunga simpanan untuk Dana Pensiun.
Kalau pemerintah yang mengatur dirinya sendiri, seharusnya lebih mudah toh... iya toh...
2. Mengendalikan Dana Pensiun lainya.
Caranya hampir sama dengan di atas yakni membuat ketentuan suku bunga simpanan maksimum untuk Dana Pensiun. Namun effortnya harus lebih besar, bukan himbauan belaka tetapi produk hukum.
Demikian, semoga kesepakatan ini makin menguat dan melibatkan bank-bank lainnya. Ada ide lainnya???
Sunarto Zulkifli
Monday, August 17, 2009
BSM Miliki Pangsa Pasar Terbesar di Perbankan Syariah
Kamis, 13 Agustus 2009
Jakarta, (13/08). Perkembangan industri perbankan syariah terus mengalami pertumbuhan. Hingga saat ini pangsa pasar perbankan syariah telah mencapai 3 persen dalam skala perbankan nasional. Bank Syariah Mandiri (BSM) merupakan bank syariah penyumbang pangsa pasar terbesar di perbankan syariah.
Sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, BSM saat ini telah menguasai pangsa pasar di perbankan syariah. Hal ini dapat terlihat dari kepemilikan aset sebesar 33,82%, dana pihak ketiga (DPK) 38,84%, dan pembiayaan mencapai 33,73%.
Baik aset, DPK, dan pembiayaan pada semester I 2009 telah menyumbangkan dari pertumbuhan pangsa pasar yang diraih BSM. Dari ketiga komponen tersebut pada semester I 2009 mengalami kenaikan yang signifikan dibanding pada periode yang sama pada tahun 2008. Aset BSM naik 14,73%, DPK naik 14,45%, dan pembiayaan naik 11,78%.
Dari sisi pembiayaan, meski dibayangi krisis, BSM tetap menyalurkan pembiayaanya dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Pembiayaan yang disalurkan BSM sebesar Rp 14,19 triliun pada Juni 2009 naik dari Rp 12,69 triliun pada akhir Juni 2008.
Dari sisi permodalan, ekuitas BSM adalah Rp 1,01 triliun pada akhir Juni 2008, menjadi Rp 1,43 triliun pada akhir Juni 2009, atau naik sebesar 42,37 persen. kenaikan ekuitas ini antara lain akibat adanya tambahan modal dari Bank Mandiri sebagai pemegang saham mayoritas sebesar Rp 299,87 miliar selama periode Juni 2008 s.d. Juni 2009.
Dari indikator keuangan BSM per akhir Juni 2009 terlihat sangat baik. Untuk rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) saat ini 14.00 persen, financing to deposite ratio (FDR) 87,03 persen, return on equity (ROE) 38,21 persen, dan return on asset (ROA) 2,00 persen.[roel]
Tiga Bank Syariah Sebagai Rujukan Penghitungan Nisbah
“Nisbah ketiga bank syariah tersebut bisa dijadikan tolak ukur perhitungan jika terjadi naik dan turunnya suku bunga perbankan nasional,”katanya di Jakarta.
Dalam menentukan nisbah, kata Adiwarman A Karim, sering kali bank syariah mengalami kesulitan—karena agar nisbahnya kompetitif di pasar mau tidak mau bank syariah harus menyamakan dengan nilai suku bunga pasar.
“Nah jika terjadi demikian si bank syariah cukup melihat berapa nisbah ketiga bank tersebut itulah yang ditawarkan pada nasabah atau debitur,”ujarnya.
Semester I-2009, Laba Bank Syariah Mandiri Meningkat 36%
JAKARTA - PT Bank Syariah Mandiri mencatat kenaikan laba bersih semester I-2009 sebesar 36 persen atau Rp125,74 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp96,28 miliar.
"Kenaikan laba tersebut antara lain ditopang meningkatnya pendapatan operasional perusahaan," ujar Direktur Utama BSM Yuslam Fauzi, saat paparan kinerja BSM, di kantornya, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (12/8/2009).
Pendapatan operasional BSM pada semester I-2009 melonjak 16,42 persen menjadi Rp1,14 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp981,6 miliar.
Sebagian besar pendapatan operasional diperoleh dari pendapatan marjin dan bagi hasil, yang juga ikut naik mencapai 20,6 persen menjadi Rp988,5 miliar pada semester I-2009 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp819,7 miliar.
Pada kurun waktu ini, BSM telah membentuk pencadangan penghapusan aktiva produktif (PPAP) sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia (BI). PPAP sendiri termasuk pembiayaan melonjak menjadi 135,04 persen dibandingkan sebelumnya 111,6 persen.
Kendati demikian, BSM mengalokasikan cash PPAP hingga 94,24 persen pada Juni 2009 atau naik 80,72 persen pada Juni 2008.
Sebagai informasi, cash PPAP yang dialokasikan untuk mengantisipasi aktiva produktif termasuk pembiayaan bermasalah tanpa memperhitungkan nilai jaminannya.
Sementara untuk aset, BSM juga mencatatkan pertumbuhan signifikan yang meningkat sebesar 14,73 persen menjadi Rp18,68 triliun selama semester I-2009 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp16,29 triliun.
"Pertumbuhan aset BSM antara lain didukung oleh dana pihak ketiga (DPK) yang naik 14,45 persen menjadi Rp16,24 triliun selama semester I-2009 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp14,19 triliun," jelasnya.
Struktur DPK BSM untuk Juni 2009 terdiri atas deposito sebesar Rp7,99 triliun, tabungan Rp5,28 triliun, dan giro sebesar Rp2,42 triliun.
Sumber: Okezone.com
Thursday, July 30, 2009
Empat Bank Umum Ajukan Izin Syariah
Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI, Ramzi A Zuhdi, mengatakan ada empat bank yang saat ini sedang dalam antrean untuk mendapat izin prinsip dan menjalani uji kelayakan dan kepatutan untuk jajaran direksi. Empat bank tersebut, yaitu BNI Syariah, Bank Panin, Bank Victoria, dan Bank Jabar Banten.
"Dalam melakukan uji kalayakan dan kepatutan, orang di BI agak terbatas sehingga untuk izin prinsip mengantre," kata Ramzi saat ditemui di sela Sarasehan Nasional Menyongsong Milad ke-34 MUI di Gedung BI, Jumat (24/7).
Selain kehadiran sejumlah BUS yang ditargetkan beroperasi tahun ini, beberapa UUS juga akan hadir, seperti UUS Bank OCBC NISP dan Bank Sinarmas. Untuk BCA Syariah, lanjut dia, BI belum menerima pengajuan izin prinsip.
"Mungkin BCA Syariah baru bulan depan," ujar Ramzi. Jika seluruh proses pembentukan dan perizinan bank-bank tersebut lancar, Ramzi menargetkan setidaknya bank-bank tersebut dapat beroperasi dalam dua atau tiga bulan ke depan. Dengan hadirnya BUS dan UUS baru, BI pun optimis dapat mencapai target aset di tahun ini, yaitu Rp 65 triliun. Berdasar data publikasi BI, kinerja bank syariah per Mei 2009 tercatat: aset Rp 53,1 triliun, pembiayaan Rp 40,7 triliun, dan dana pihak ketiga Rp 40,2 triliun.
gie/rif
Sumber: Republika Online
BSM Raih Penghargaan Bank Syariah Terbaik
Bank Syariah Mandiri (BSM) memperoleh penghargaan sebagai Bank Syariah Terbaik Tahun 2008 dari harian Bisnis Indonesia. Penghargaan tersebut diberikan kepada BSM atas prestasi kinerja yang baik dalam segala aspek ditengah situasi krisis finansial global. Penyerahan penghargaan dilangsungkan di Hotel Mulia, Rabu (22/7).
“Alhamdulillah BSM terpilih sebagai bank syariah terbaik pada tahun 2008 oleh Bisnis Indonesia. Suatu kehormatan bagi kami untuk menerima penghargaan ini” papar Direktur Utama BSM, Yuslam Fauzi. Lebih lanjut, Yuslam mengatakan BSM terus meningkatkan kinerja dan pelayanan kepada nasabah.
“Kami terus berupaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja yang telah kami peroleh selama ini melalui peningkatan layanan kepada para nasabah. Salah satu cara peningkatan layanan tersebut adalah melalui pengembangan jaringan outlet dan layanan e-banking” katanya lebih lanjut.
Saat ini BSM telah memiliki 343 outlet yang tersebar di 24 provinsi. Perinciannya adalah 48 kantor cabang, 86 Kantor Cabang Pembantu, 82 Kantor Kas, 68 payment point, dan 49 Konter Layanan Syariah.
Menurut Yuslam Fauzi, pengembangan jaringan akan terus dilakukan agar BSM semakin dekat dengan nasabah dan masyarakat. Selain memiliki jaringan yang luas, BSM juga mengembangkan layanan e-banking. Beragam fasilitas e-banking telah dimiliki oleh BSM, antara lain kartu ATM, mobile banking dan internet banking.
Di tempat terpisah, Direktur BSM, Hanawijaya, memaparkan manfaat e-banking yang dimiliki BSM. ‘“Alhamdulillah, mobile banking dan internet banking kami mampu memberikan kemudahan bertransaksi bagi nasabah.’’ Fitur utama dari kedua layanan di atas, menurut Hanawijaya, adalah transfer ke bank lain secara real time. Dengan fasilitas ini, nasabah tidak perlu datang ke outlet BSM untuk melakukan transfer uang secara mendadak. ‘’Cukup manfaatkan kedua fasilitas kami tersebut” katanya menjelaskan.
Kedua layanan tersebut telah dilengkapi dengan fitur konfirmasi nama penerima tujuan transfer. “Dengan begitu, nasabah dapat memastikan kiriman uangnya tidak salah tujuan” katanya lebih lanjut. Fitur-fitur lainnya adalah cek saldo, cek mutasi saldo sampai dengan 20 transaksi, pembayaran tagihan, cetak mutasi 3 (tiga) bulan terakhir untuk internet banking. Khusus pada mobile banking, juga dilengkapi dengan layanan kata-kata bijak, dan informasi NAB Reksadana.
Sebagai informasi, BSM adalah bank pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi GPRS pada produk mobile banking. Dengan fasilitas ini, nasabah dapat melakukan transaksi perbankan di seluruh dunia dengan mudah dan murah. Setiap transaksi yang dilakukan hanya terkena biaya pulsa tidak lebih dari Rp50. Mobile banking BSM juga dilengkapi dengan menu navigasi sehingga nasabah dapat bertransaksi melalui ponsel semudah menggunakan ATM.
Sedangkan, layanan internet banking BSM tampil dengan layar terpadu sehingga memudahkan nasabah untuk mengontrol seluruh aktivitas keuangannya melalui layar terpadu.
Sumber: PKES
BSM Raih Penghargaan IB Award
Deputi Gubernur BI, Siti Ch Fadjrijah, secara langsung memberikan penghargaan iB Award kepada Direktur Utama (Dirut) BSM, Yuslam Fauzi dan Direktur BSM, Zainal Fanani. Penyerahan penghargaan tersebut dilakukan pada malam penutupan Festival Ekonomi Syariah (FES) ke-2 di Jakarta Convention Centre, Sabtu (7/2) malam.
Dua penghargaan lainnya adalah untuk kategori Market Share Acceleration dan Service Quality. Tahun 2008 BSM juga memenangkan penghargaan serupa yakni iB Award untuk kategori The Best Human Resource Development.
Deputi Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI, Mulya E Siregar menegaskan penilaian untuk keempat kategori dilakukan oleh BI dan Karim Business Consulting. Untuk kategori human resource development, salah satu kriteria penilaian adalah fasilitas apa yang diberikan bank syariah untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berada di dalamnya. Sedangkan, untuk outlet productivity penilaian antara lain didasarkan pada produktivitas rata-rata per outlet bank syariah dalam menghimpun dana pihak ketiga, pembiayaan, dan peningkatan aset.
Dirut BSM, Yuslam Fauzi, mengatakan bersyukur atas penghargaan yang diperoleh untuk kedua kalinya ini. ''Alhamdulillah, kami mengucapkan terima kasih atas penghargaan yang diberikan,'' kata Yuslam dalam rilisnya yang diterima Republika. Dia mengakui pembinaan SDM merupakan bagian yang amat diperhatikan di BSM. ''Mudah-mudahan dengan membangun SDM ini, BSM ikut memberikan sumbangan kepada industri perbankan syariah dan memberi kemaslahatan kepada orang banyak.''
Lebih jauh dia mengatakan bahwa BSM menyadari bahwa pertumbuhan industri perbankan syariah amat pesat sehingga harus dibarengi dengan peningkatan dari sisi kuantitas dan kualitas SDM-nya. Karena itu, kata dia, dibutuhkan pembinaan yang terus menerus terhadap sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya. ''Untuk pengembangan SDM kami fokus di kompetensi, integritas, dan patriotisme religius.''
Sementara, hingga Desember 2008, jumlah pegawai di Bank Syariah Mandiri mencapai 3.500 orang. Jumlah itu meningkat sekitar 16 persen dari Desember 2007 di mana saat itu jumlah pegawai mencapai 3.000 orang, dan meningkat cukup besar sejak BSM berdiri sembilan tahun yang lalu yang baru memiliki pegawai 400 orang. Saat ini, lebih dari 70 persen pegawai BSM adalah lulusan perguruan tinggi baik jenjang S1 maupun S2. Dari sisi usia, 75 persen pegawai BSM berusia di bawah 35 tahun, 21 persen berusia 36-45 tahun, dan hanya empat persen yang berusia di atas 45 tahun.
Mengenai kinerja keuangan, Yuslam menjelaskan bahwa hingga akhir Desember 2008, total aset BSM mencapai Rp 17 triliun lebih (unaudited) atau tumbuh sekitar 32 persen. Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai hampir Rp 15 triliun atau tumbuh kira-kira 34 persen. ''Yang menggembirakan pertumbuhan dana masyarakat itu terutama berasal dari tabungan, yang tumbuh sebesar Rp 1,4 triliun lebih menjadi Rp 5,283 triliun, atau tumbuh 36,44 persen dibanding posisi akhir pada 2007.''
Pembiayaan yang disalurkan BSM sudah sekitar Rp 13,3 triliun. Modal Inti BSM sudah kira-kira Rp 1,4 triliun. Itu berarti Capital Adequacy Ratio (CAR) BSM cukup kuat, yaitu antara 13 persen sampai 14 persen. Jumlah jaringan BSM pun terus bertambah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hingga Desember 2008, BSM memiliki 315 outlet tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Rinciannya adalah 57 kantor cabang, 55 kantor cabang pembantu, 23 unit pelayanan syariah, 77 kantor kas, 47 kantor layanan syariah, 44 payment poin. mag/yto
Sumber: Republika Online
Kinerja BSM (Hingga Desember 2008)
- Rp 17 TriliunTotal aset BSM atau tumbuh sekitar 32 persen.
- Rp 15 TriliunDana Pihak Ketiga (DPK) atau tumbuh kira-kira 34 persen, terutama berasal dari tabungan (36,44 persen).
- Rp 13,3 TriliunPembiayaan yang telah disalurkan BSM.
- Rp 1,4 TriliunModal Inti BSM.
Hati-hati exodus SDM Bank Syariah
Tetapi dalam beberapa kasus, manajemen lebih menyukai kondisi ini. Mereka cenderung tutup mata terhadap apapun yang terjadi di lapangan. Keluhan dari anak buah dari pemimpin diktator yang mencapai target dengan gemilang dianggap sebagai angin lalu dan bahkan dituduh mencemarkan nama baik.
Semua pihak pasti setuju bahwa pencapaian target perusahaan yang langgeng atau berkesinambungan hanya dapat dicapai dengan kepemimpinan efektif. Kita tidak bicara pencapaian kinerja 2 tahun dan pada tahun ke-4 jeblok, tetapi kita bicara tentang pencapaian kinerja perusahaan 5 tahun, 10 tahun, atau bahkan 100 tahun mendatang.
Saya memandang perlu ada upaya "break through" untuk mendorong terciptanya kepemimpinan efektif. Kepemimpinan efektif tidak hanya bicara individu tapi juga sistem. Saya mengusulkan beberapa hal antara lain:
1. HRD harus melakukan survey berkala terhadap kinerja manajemen di Unit bisnis seperti cabang. Obyek survey antara lain seluruh staf di cabang. Untuk realisasinya, HRD harus turun langsung melakukan survey agar bisa mendapatkan data yang lebih obyektif.
2. Hasil survey tersebut harus ditindaklanjuti secara positif dan cepat. Jangan sekadar survey belaka.
3. Mengevaluasi sistem yang ada, karena lingkungan ikut membentuk tipe kepemimpinan seseorang, terkait sistem remunerasi, rotasi, mutasi dan promosi. Bukan tidak mungkin kepemimpinan yang tidak efektif terbentuk karena seorang pemimpin sudah merasa jenuh atau kecewa.
Contoh:
a. Pemimpin yang terlalu lama disatu unit kerja justru akan membentuk raja-raja kecil di daerah.
b. Sistem remunerasi yang tidak relevan
4. Terakhir, jangan seperti katak dalam tempurung. Merasa diri paling hebat, merasa memiliki sistem paling baik. Sesungguhnya kita tengah berada dalam era persaingan yang dahsyat. Bank-bank syariah mulai bermunculan, seperti BCA Syariah, BRI Syariah, Bank Panin Syariah, Bank Jabar Banten Syariah dan lain-lain. Para pesaing itu sudah siap meng-hijack dengan harga transfer lebih tinggi dan bahkan mungkin belum pernah terfikirkan. Kalau tidak segera memperbaiki sistem, maka hanya loyalitas tingkat tinggi yang bisa menahan laju kepergian SDM bertalenta.
Untuk itu, saya mengingatkan kepada bank-bank syariah existing: Rawatlah SDM sebagai aset bukan obyek penderita. Ingat mereka pun juga stake holder. Jika tidak dirawat dengan baik, hati-hatilah eksodus besar-besaran akan terjadi.
Salam Sukses
Sunarto Zulkifli
NB: Sedih rasanya kehilangan Cristiano Ronaldo. Tapi apa boleh buat kehidupan yang nyaman di Spanyol dan salary yang menakjubkan menjadi daya tarik tersendiri. Tapi hati ini tetap untuk MU. Hidup MU.... Sorry ya fans club lainnya. sekadar contoh belaka.
Ngemeng2, semoga Telkom berhasil mendapatkan hak siar liga Inggris. He..he.. sorry intermezo...
Friday, June 26, 2009
Peranan Bank Memihak UKM
Namun demikian, apabila mau jujur, bank tidak sepenuh hati berpihak kepada UKM. Ada beberapa indikasi antara lain:
1. Dengan tingkat SBI 7%, bank masih mengucurkan pembiayaan di tingkat 15%. Dan tingkat suku bunga UKM biasanya lebih tinggi lagi karena dianggap memiliki risiko yang lebih tinggi.
2. Persyaratan laporan keuangan yang pastinya sulit disubmit oleh UKM
3. Persyaratan agunan yang ketat
4. Komposisi portofolio bank untuk sektor UKM sangat rendah. Alasan klasik adalah proses analisa untuk UKM dan usaha besar sama saja, tetapi menghasilkan keuntungan yang sangat berbeda.
5. Kalaupun ada bank yang memiliki porsi UKM yang “cukup”, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut apakah betul mengarah ke sektor produktif atau konsumer. Saat ini bank lebih senang mengarahkan dana UKMnya ke sektor konsumer seperti Kartu Kredit.
Perlu keberpihakan pemerintah yang lebih baik agar bank bisa lebih berperan dalam pengembangan UKM. Saya mengusulkan beberapa hal antara lain:
1. Ciptakan dana murah untuk UKM, antara lain:
a. Turunkan tingkat SBI lebih rendah lagi agar bank enggan berinvestasi di sektor moneter.
b. Melarang Bank Pembangunan Daerah menginvestasikan dananya di sektor moneter seperti memborong SBI. BPD harus menginvestasikan dana di sektor riil untuk meningkatkan sektor usaha di daerah masing-masing, karena sumber dana BPD adalah dari negara. Apabila BPD dilarang untuk investasi di sektor moneter, maka sektor UKM di daerah akan lebih terbantu.
c. Penyisihan keuntungan BUMN yang saat ini sudah dilakukan harus diatur kembali, terutama tingkat suku bunganya. Seharusnya pemerintah tidak perlu mengambil untung dari penyaluran dana ini, alias bunga nol persen. Pemerintah bisa mewajibkan bank untuk ambil bagian dalam penyaluran dana ini dengan mengambil spread tertentu untuk overhead cost dan keuntungan secukupnya. Apabila ini terjadi, maka sektor UKM bisa menerima dana dimaksud dari bank penyalur dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah, 2% – 4% saja.
2. Program penjaminan pembiayaan oleh pemerintah, seperti KUR atau BARAKAH perlu diperluas agar seminimal mungkin menurunkan porsi agunan. Program ini bisa saja dikombinasikan dengan program dana murah yang berasal dari penyisihan keuntungan BUMN.
3. Bank Indonesia harus menambahkan sektor produktif dalam definisi UKM, bukan sekadar dari nilai pembiayaan saja.
4. Bank Indonesia harus menambahkan portofolio sektor UKM sebagai salah satu unsur penilaian tingkat kesehatan bank.
Pengentasan kemiskinan tidak mesti melulu memberikan ikan. Memberikan kail akan mempercepat upaya pengentasan kemiskinan.
Bagaimana kira-kira pendapat para calon presiden kita untuk meningkatkan kemampuan UKM?
Thursday, March 12, 2009
Islamic Banking: Why so slow?
The Fifth World Islamic Economic Forum (WIEF) opened on Monday in Jakarta. The global Islamic financing industry has over US$1 trillion in assets. But Indonesian Islamic finance accounts for less than 3 percent of banking assets and lacks the know-how, staff and infrastructure to expand faster.
Indonesia is maintaining economic growth at over 4.5 percent and bank lending growth rates at over 15 percent.
If Indonesian conventional banking is doing quite well amidst a global banking crisis, why is Islamic banking in Indonesia moving so slowly?
The signing at the Forum of Memorandums of Agreement (MoAs) pending final negotiations on four Indonesian projects worth $ 3 billion was encouraging.
But an MoA is maybe half way to a full MoU, and in Indonesia too many MoUs evaporate. The road to nowhere can be paved with good intentions.
The problem in Indonesia and Muslim countries in transition is how to get from intention to im-plementation, as testified by the unfinished concrete pillars of the Jakarta monorail, monuments to lack of capacity, corruption and incompetence.
Now WIEF is five years old. It will be judged in the next five years by Muslim opinion on what is finished and not on what is half agreed.
The long list of Indonesian projects needing financing at the back of the Islamic Forum 2009 agenda highlights Indonesian needs for investment in toll roads, water supply, bridges, ports and power stations as well as biofuel, agriculture and tourism.
Yet performance in "Tapping Islamic funds" has fallen far short of potential, especially in government infrastructure projects and public-private partnerships.
There is a history of low capacity, poor project preparation, bureaucratic delays, slow reform of regulatory frameworks and poor enforcement, corruption, confusion and under-capacity in the implementation of decentralization.
Despite Indonesia*s predominantly Muslim identity there is also a discernable communication gap between the Indonesian bureaucracy and the more modern style of Gulf-based potential investors and developers.
There is a language gap. Many Indonesian officials cannot do business in English or Arabic. Many can recite prayers in Arabic, but cannot use it as a working language.
The Indonesian tendency to engage Arab culture and Arabic only at the level of religious ritual needs to be complemented by a more comprehensive commitment to modern dialogue with the Arab world on economic, social and political partnerships for Muslim modernization, moderation and democracy.
We cannot assume automatic affinity of interest based on the similarity of Muslim rituals, across very diverse cultures, unsupported by greater realities.
These communication gaps may help explain the relative modesty of the flow of resources from the Middle East so far and why in Indonesia there remains a huge gap between declarations of support for sharia banking and reality.
The Deputy Governor of the Bank of Indonesia, Siti Fadjrijah said in Jakarta in January that sharia banking could not reach the national 5 percent target in terms of national banking assets because " It's impossible during these hard economic times ".
Why is it impossible if there is $1.6 trillion of liquid assets in the Gulf States and Saudi Arabia waiting to be invested, despite the recession ?
Indonesian sharia banking reached 3.79 million customers in 2008 via 1,452 bank outlets, compared to 6,500 conventional bank outlets. The latter backed by 97 percent of banking assets, and the former by only 3 percent. Why so little capital ?
Indonesian sharia banking disbursed only 589,000 loans in 2008 compared with 512,000 in 2007. Why so few ? Sharia banking "Loan disbursement is like a walking tortoise" said Siti Fadjrijah.
The sharia banking industry, to reach the 5 percent of banking assets target, would need an estimated 15,000 to 25,000 extra staff.
Given the global economic crisis, this would seem the right time to properly engage Middle Eastern partners, to speak Arabic as a language of business alongside English and Chinese, to invest in the huge Islamic banking potential of Indonesia, to hire the staff, create the jobs, and move more loans. So why doesn't Indonesia do it ?
The Council of Ulema, the Muhammadiah, the Nahdlatul Ulama, the conservatives, the liberals, the sharia banks, the sharia banking training and promotional agencies, the university departments, the NGOs and the little sharia banking lending groups should combine their efforts to bring this about, to deploy the uniqueness of shared profit and loss, one of the great innovations of sharia finance, to finance power and water for the poor and SMEs, to the benefit of the whole society.
The writer is a development economist based in Jakarta.
Source: Jakarta Post
What is Islamic Bank?
The basic principle of Islamic banking is the prohibition of Riba- (Usury - or interest):
"While a basic tenant of Islamic banking - the outlawing of riba, a term that encompasses not only the concept of usury, but also that of interest - has seldom been recognised as applicable beyond the Islamic world, many of its guiding principles have. The majority of these principles are based on simple morality and common sense, which form the bases of many religions, including Islam.
"The universal nature of these principles is immediately apparent even at a cursory glance of non-Muslim literature. Usury was prohibited in both the Old and New Testaments of the Bible, while Shakespeare and many other writers, particularly those writing in the 19th century, have attacked the barbarity of the practice. Much of the morality championed by Victorian writers such as Dickens - ranging from the equitable distribution of wealth through to man's fundamental right to work - is clearly present in modern Islamic society.
"Although the western media frequently suggest that Islamic banking in its present form is a recent phenomenon, in fact, the basic practices and principles date back to the early part of the seventh century." (Islamic Finance: A Euromoney Publication, 1997)
It is evident that Islamic finance was practiced predominantly in the Muslim world throughout the Middle Ages, fostering trade and business activities. In Spain and the Mediterranean and Baltic States, Islamic merchants became indispensable middlemen for trading activities. It is claimed that many concepts, techniques, and instruments of Islamic finance were later adopted by European financiers and businessmen.
The revival of Islamic banking coincided with the world-wide celebration of the advent of the 15th Century of Islamic calendar (Hijra) in 1976. At the same time financial resources of Muslims particularly those of the oil producing countries, received a boost due to rationalization of the oil prices, which had hitherto been under the control of foreign oil Corporations. These events led Muslims' to strive to model their lives in accordance with the ethics and philosophy of Islam.
Disenchantment with the value neutral capitalist and socialist financial systems led not only Muslims but also others to look for ethical values in their financial dealings and in the West some financial organisations have opted for ethical operations.
Islam not only prohibits dealing in interest but also in liquor, pork, gambling, pornography and anything else, which the Shariah (Islamic Law) deems Haram (unlawful). Islamic banking is an instrument for the development of an Islamic economic order. Some of the salient features of this order may be summed up as:
-While permitting the individual the right to seek his economic well-being, Islam makes a clear distinction between what is Halal (lawful) and what is haram (forbidden) in pursuit of such economic activity. In broad terms, Islam forbids all forms of economic activity, which are morally or socially injurious.
-While acknowledging the individual's right to ownership of wealth legitimately acquired, Islam makes it obligatory on the individual to spend his wealth judiciously and not to hoard it, keep it idle or to squander it.
-While allowing an individual to retain any surplus wealth, Islam seeks to reduce the margin of the surplus for the well-being of the community as a whole, in particular the destitute and deprived sections of society by participation in the process of Zakat.
-While making allowance for the ways of human nature and yet not yielding to the consequences of its worst propensities, Islam seeks to prevent the accumulation of wealth in a few hands to the detriment of society as a whole, by its laws of inheritance.
Viewed as a whole, the economic system envisaged by Islam aims at social justice without inhibiting individual enterprise beyond the point where it becomes not only collectively injurious but also individually self-destructive.
The Islamic financial system employs the concept of participation in the enterprise, utilizing the funds at risk on a profit-and- loss-sharing basis. This by no means implies that investments with financial institutions are necessarily speculative. This can be excluded by careful investment policy, diversification of risk and prudent management by Islamic financial institutions.
It is possible, that investment in Islamic financial institutions can provide potential profit in proportion to the risk assumed to satisfy the differing demands of participants in the contemporary environment and within the guidelines of the Shariah.
The concept of profit-and-loss sharing, as a basis of financial transactions is a progressive one as it distinguishes good performance from the bad and the mediocre. This concept therefore encourages better resource management.
Islamic banks are structured to retain a clearly differentiated status between shareholders' capital and clients' deposits in order to ensure correct profit-sharing according to Islamic Law.
Thursday, February 26, 2009
Sukuk (Islamic Bonds)
Conservative estimates suggest that over US$500 billion of assets are managed according to Islamic investment principles.
Sukuk (Arabic: صكوك, plural of صك Sakk, "legal instrument, deed, check") is the Arabic name for a financial certificate but can be seen as an Islamic equivalent of bond. However, fixed income, interest bearing bonds are not permissible in Islam, hence Sukuk are securities that comply with the Islamic law and its investment principles, which prohibits the charging, or paying of interest. Financial assets that comply with the Islamic law can be classified in accordance with their tradability and non-tradability in the secondary markets.
Conservative estimates by the Ten-Year Framework and Strategies suggest that over $700 billion of assets are managed according to Islamic investment principles. Such principles form part of Shari'ah, which is often understood to be ‘Islamic Law’, but it is actually broader than this in that it also encompasses the general body of spiritual and moral obligations and duties in Islam.
Sharia-compliant assets worldwide are worth an estimated $500 billion and have grown at more than 10 per cent per year over the past decade, placing Islamic finance in a global asset class all of its own. In the Gulf and Asia, Standard & Poor's estimates that 20 per cent of banking customers would now spontaneously choose an Islamic financial product over a conventional one with a similar risk-return profile.
With its Arabic terminology and unusual prohibitions, Sukuk financing can be quite mystifying for the outsider. A good analogy is one of ethical or green investing. Here the universe of investable securities is limited by certain criteria based on moral and ethical considerations. Islamic Finance is also a subset of the global market and there is nothing that prevents the conventional investor from participating in the Islamic market.
Thursday, February 19, 2009
Bahrain Plans to Open Islamic Bank in Russia
In his greeting speech the minister of industry and trade of Bahrain Hasab Ben Abdalla Fahro stated that he put high hopes on the results of the present Forum as he considered that Russian and Bahraini businessmen had vast space for cooperation.
The Chairman of the board of Directors of CCI of Bahrain Isam Abdallah Fahro noted that the financial crisis notwithstanding its negative consequences is the time for actions. Today if the best time for development the bilateral trade relations. The representatives of Bahraini delegation in theirs presentations highlighted many advantages for foreign investors in Bahrain, such as favourable tax regime, equal terms and conditions for native and foreign businesses and law costs of operations.
Deputy Minister of economic development of the Russian Federation S. Voskresenskiy in his speech informed the foreign guests of the possibilities of making business in Russia. He also noted that Russia has a most liberal currency regime. And in future a special attention on the part of the state will be made to the private – public partnerships.
Special attention was raised by the presentation of the chairman of the Board of Directors of the bank “Ismar” Mr. Haled Djanahi. In his speech he proclaimed the intention to open an Islamic bank in Russia with a branch of it in Bahrain .
In the Forum Russia Mufties Council was represented by the authorized on Halal standard Jafar Azizbaev and head of Economic programmes department Madina Kalimullina.
Excellent Career
Senior Executive - Islamic Banking & Takaful (Shariah)
(Kuala Lumpur - Head Office)Responsibilities:-->
Key Responsibilities
To assist Manager to develop a comprehensive Shariah compliance framework, provide Shariah advisory services to relevant stakeholders, conduct applied Shariah research and undertake effective measures in ensuring all Islamic financial products and operations are compatible with Shariah;
Undertake the administrative works as the Secretariat for Shariah Advisory Council of Bank Negara Malaysia;
Assist Manager to conduct research in the emerging Shariah issues pertaining to the assigned area of applied Shariah contracts in Islamic finance;
Assist Manager to draft and produce impactful Shariah resolutions endorsed by the Shariah Advisory Council;
Assist Manager to provide Shariah advisory services relating to product proposals to ensure Shariah compliance;
Assist Manager to provide sound Shariah inputs for policy formulation in Islamic finance;
Assist Manager to undertake projects and ad-hoc assignments, as and when required, such as drafting speeches, answering parlimentary questions and responding to public queries on Shariah matters in Islamic banking and takaful; and
Assist Manager to coordinate Shariah harmonisation programs at regional and international levels.
Requirements:-->Our Requirements
Possess a recognized Bachelor’s Degree in Shariah / Law / Islamic Banking / Business Administration with at least a 2nd Class Upper or CGPA of 3.00 and above;
Credit in Bahasa Malaysia in SPM / SPMV or equivalent;
Good command of both written and spoken English and Arabic;
Knowledge in Muamalat is an added advantage;
Resourceful, hardworking, self-motivated, committed, and highly organized;
Good interpersonal skills and able to interact with people at all levels; and
A Malaysian citizen aged 35 and below.Applicants should be Malaysian citizens or hold relevant residence status.
Bank Negara Malaysia is committed to the continuous career growth of our talents. The rewards we offer include:
A challenging and rewarding career;
A competitive basic salary to commensurate with skills and experience;
Comprehensive medical coverage, insurance and other benefits that are amongst the best;
Continuous learning opportunity locally and abroad through full scholarship or training program.
Thursday, January 15, 2009
IDB maintains top credit rating from Standard & Poor's for 7th Consecutive Year
The Standard & Poor’s credit rating agency, for the 7th consecutive year, rated the future outlook of the Islamic Development Bank Group as “stable” in its annual report on international finance institutions issued during December 2008. The Standard & Poor’s credit rating agency, for the 7th consecutive year, rated the future outlook of the Islamic Development Bank Group as “stable” in its annual report on international finance institutions issued during December 2008.
The agency awarded IDB Group with its highest credit rating of (AAA) for the long term and (A-1+) for the short term, reporting that IDB’s “capital position is extremely strong and its liquidity ample.” According to the report released by Standard & Poor’s, the ratings on IDB were based on IDB’s strong capitalization, strong liquidity, a development-related asset portfolio that has performed well in relation to its large pool of borrowers, and an expected continued preferred creditor treatment.
Currently, IDB has successfully received the highest credit ratings from all three leading rating agencies in the world – Moody’s, Fitch, and now, for its seventh consecutive year, Standard & Poor’s. The strong ratings allow IDB to mobilize resources from international financial markets at low costs. President of IDB Group Dr. Ahmad Mohamed Ali reiterated that the high ratings of IDB for its seventh consecutive year is due mainly to the robust financial position of the Bank as well as the strong support of its member countries. The European Parliament and the Basel Committee on Banking Supervision have also confirmed IDB’s place in the list of zero-risk development institutions.
The top rating by Standard & Poor’s has had an enormous effect in consolidating confidence in IDB and its role in promoting the development process in member countries. The Standard & Poor’s report stated that IDB’s net income jumped by 32% during 1428H to SR 164 million from SR 123 million one year earlier, “mainly due to increased income from operation assets.”
BNI Syariah: To Launch Credit Card
Jakarta (15/1) The shariah division head of BNI Ismi Kushartanto stated that BNI syariah will launch its new product, shariah credit card, there is other shariah credit card it called Dirham Card from Bank Danamon syariah.
“we are trying to improve our product and praise to Allah that in 2009 we will be able to launch our shariah credit card,” said Ismi Kushartato to pkesinteraktif.com. Aside from the sophisticated Technology, the credit card of BNI syariah comes with health and life insurance for the card holder. In line with BNI syariah business expansion, in 2009, Ismi Kushartanto set target to attract 10.000 BNI syariah credit card holders, which focus on middle and high class segments.
“There are three types of BNI syariah credit card, platinum, gold and regular, depend on the needs of each customer,” said Ismi. It is expected that with BNI syariah credit card, the community could fulfill their basic needs by using the benefit of shariah credit card.
(Agus Y/ Nibra www.pkesinteraktif.com)