Wednesday, March 26, 2008

UNIVERSALITAS SISTEM PERBANKAN SYARIAH

Sebenarnya jika saja mau membaca beberapa literatur perbankan syariah, kita akan menemukan beberapa referensi bahwa ternyata sistem perbankan syariah yang menolak sistem bunga tidak hanya diakui oleh Islam, tetapi juga oleh beberapa kalangan non-Islam seperti: Yahudi, Kristen dan Filosuf Yunani. Hal ini menunjukkan sifat universalitasnya ajaran Islam yang tidak hanya menawarkan kebenaran tetapi juga sistem nilai keadilan.

Kalangan Yahudi sebenarnya sejak dulu tidak membenarkan implementasi sistem bunga sebagaimana selama ini kita kenal. Hal sejalan dengan penjelasan beberapa ayat didalam kitab Yahudi. Kitab Eksodus (Keluaran) pasal 22 ayat 25 menjelaskan : “Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang ummatku, orang yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya.”. Kalimat larangan penggunaan sistem bunga sangat jelas didalam ayat tersebut, dan pastinya sangat dipatuhi orang-orang Yahudi. Indikasinya adalah penerapan sistem bagi hasil dikalangan Yahudi. Kabarnya, sistem modal ventura yang baru dikenal di Indonesia merupakan hasil tukar pikiran dan pengalaman dengan beberapa lembaga keuangan di Israel. Kitab Deuteronomy (ulangan) pasal 23 ayat 19 : “Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu…”. Kitab Levicitus (Imamat) pasal 35 ayat 7 mengungkapkan bahwa : “Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya.”. Pertanyaannya adalah kenapa justru beberapa bank konvensional besar di dunia justru dimiliki sahamnya oleh orang-orang Yahudi? Untuk menjawab pertanyaan ini tidak terlalu sulit karena kita sudah mengenal bagaimana sifat dan perilaku orang Yahudi. Buat mereka kata-kata “…saudaramu...” didalam ayat-ayat di atas diartikan sebagai kalangan sesama Yahudi. Dengan demikian penerapan sistem bunga dapat diberlakukan kepada kalangan non-Yahudi, sementara sesama Yahudi diterapkan sistem bagi hasil yang nota bene lebih bernuansa syariah.

Sementara itu, kalangan Kristen sebenarnya juga tidak membenarkan sistem bunga, walaupun tidak secara tegas. Lukas 6 : 34-5 menjelaskan: “… Tetapi kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan…”. Ayat tersebut tidak secara tegas menolak bunga, hanya berupa anjuran untuk tidak mengambil kelebihan dalam memberikan pinjaman. Ketidaktegasan ini menimbulkan beberapa persepsi dikalangan pemikir agama Kristen. Pandangan para pendeta awal Kristen (abad I s.d. XII) menolak dan mengharamkan sistem bunga. Namun pada perkembangannya pada abad XVI hingga tahun 1836, kalangan pendeta Kristen merealisasikan implementasi sistem bunga dalam sistem keuangan saat itu.

Pemikiran tentang pelarangan sistem bunga sebenarnya bukan saja merupakan tesis yang berkembang akhir-akhir ini. Beberapa filosuf Yunani dan Romawi juga memiliki pandangan yang sama tentang sistem bunga. Pada masa Genucia tahun 342 SM, sistem bunga secara tegas tidak diperbolehkan. Sementara itu, Plato dan Aristoteles mengecam praktek bunga dengan alasan penyebab perpecahan masyakat, alat golongan kaya mengeksploitasi si miskin. Menurut mereka, uang hanyalah berfungsi sebagai alat tukar dan bukannya alat penghasil bunga. Filosuf Cato memberikan ilustrasi tentang hukum yang diterapkan pada masanya. Pada masa itu, pencuri itu dikenakan denda atau hukuman dua kali lipat, sedangkan pemakan bunga dihukum/didenda empat kali lipat. Hal ini menggambarkan betapa peradaban masyarakat saat itu memandang sistem bunga sebagai suatu sistem yang sangat berbahaya, sehingga untuk itu perlu dikenakan hukuman yang lebih berat daripada mencuri. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa tindakan pencurian mungkin hanya dirasakan akibatnya oleh orang yang haknya terambil, sementara pemungutan bunga akan menimbulkan ekses yang lebih luas.

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa nilai-nilai yang dibawa oleh sistem perbankan Islam sangat universal dan diakui oleh beberapa agama dan pemikir besar dunia. Pertanyaan selanjutnya adalah kenapa pada kenyataannya, justru umat Islam cenderung menafikan hal ini. Jawabannya sederhana saja, mungkin mereka belum tahu.

No comments: