A.
Risiko kredit adalah risiko kerugian akibat
kegagalan counterparty memenuhi
kewajibannya. Risiko kredit mencakup risiko akibat kegagalan debitur, counterparty dan settlement.
1. Tujuan
manajemen risiko kredit adalah memaksimalkan risk-adjusted return dan menjaga agar eksposur risiko kredit berada
dalam batas parameter yang dapat diterima. Risiko kredit dapat bersumber dari
berbagai aktifitas fungsional bank seperti perkreditan, aktifitas tresuri,
aktifitas investasi dan trade finance.
2. Segmentasi
Kredit
Keterangan
|
Retail
|
Komersial
|
Korporasi
|
Pemberian
kredit
|
Massal
|
Sedikit kompleks
|
Tailor made
dan kompleks
|
Jenis
pembiayaan
|
Collateral
based
|
Cashflow
based
|
Cash flow
based
|
Proses
kredit
|
Sederhana
|
Lebih kompleks dari retail
|
Kompleks dan terstruktur
|
Proses
monitoring
|
Mudah
|
Lebih sulit dari retail
|
Lebih sulit
|
2. Organisasi
Perkreditan
a. Front End
i.
Unit bisnis, mencari nasabah dan memasarkan
produk
ii.
Melakukan analisa sesuai template
iii.
Maintain nasabah
iv.
Mendeteksi permasalahan sejak dini
b. Middle End
i.
Menyediakan infrastruktur perkreditan:
kebijakan, prosedur, kewenangan, system
pemutusan kredit, tata cara penarikan, system
administrasi kredit, analisa Early
Warning Signal, tata cara stress
testing dan tata cara penyelesaian kredit bermasalah
ii.
Memelihara portofolio
c. Back End
i.
Penyelesaian kredit bermasalah
ii.
Recovery
WO
3. Kebijakan
Pokok Perkreditan
a.
Kredit yang perlu mendapatkan PERHATIAN KHUSUS:
i.
Kapitalisasi tunggakan bunga
ii.
BMPK
iii.
Pemberian kredit pada Sektor ekonomi berisiko
tinggi
b.
Kredit yang perlu dihindari:
i.
Kredit untuk tujuan spekulasi
ii.
Kredit tanpa informasi keuangan yang cukup
iii.
Kredit yang membutuhkan keahlian yang tidak
dimiliki bank
iv.
Kredit kepada Debitur bermasalah di bank lain
Kasus Kegagalan Manajemen Risiko Kredit:
Senin, 20 Agutsus 2007: Krisis subprime mortgage yang saat ini menimpa AS adalah salah satu bentuk
kegagalan dalam mengelola risiko kredit. Banyak perusahaan di AS yang berani
memberikan kredit perumahan padahal tidak layak diberikan subprime loan. Mereka yakin jika ada nasabah default, maka tinggal dilakukan penyitaan rumah saja. Memang harga
rumah saat itu sedang naik.
Krisis bermula ketika harga rumah di AS jatuh.
Padahal perusahaan menjual obligasi dengan jaminan hipotik rumah, yang lebih
populer disebut Asset Backed Securities.
Dengan banyaknya kasus gagal bayar ditambah jatuhnya harga rumah, banyak
perusahaan yang tidak mampu membayar kembali utang dan berujung kebangkrutan.
Dampaknya meluas tidak hanya di AS. Bursa regional bahkan hingga Indonesia secara
tidak langsung terkena dampaknya.
Oleh karena itu, criteria 5C masih sangat penting
menjadi pertimbangan dalam memberikan kredit. Kreditor tidak boleh terlalu
mudah dalam memberikan kredit. Dengan begitu, krisis serupa diharapkan tidak
akan berulang di masa depan.
No comments:
Post a Comment